Senin, 25 Februari 2008

Merebut pasar dengan Brand Baru

Ketika pasar selular (ponsel) Singapura dideregulasi pada tahun 1995, yaitu dengan mengizinkan masuknya satu permain baru, posisi SingTel Mobile selaku pemain di pasar sungguh kuat. Khususnya kalau dilihat bahwa di mata pelanggannya, SingTel dinilai sebagai operator yang bagus.

Karena itu, Mobile One (M1), pemain kedua yang mendapatkan lisensi sebagai operator kedua ponsel di Singapura, tidak mau berfikir muluk-muluk. Posisi SingTel yang cukup kuat dipasar dan juga deep pocket memaksanya bersikap semacam ini.

M1 bukan hanya tidak mau berpikir muluk-muluk, tapi juga berusaha lebih keras dan lebih kreatif dibandingkan SingTel. Antara lain, mengenalkan diri ke pasar sebelum resmi muncul dipasar , April 1997. Desember 1996, Singapura menjadi tuan rumah konfrensi WTO, event besar yang terlalu sayang dilewatkan begitu saja. Maka, M1 berusaha keras agar Desember 1996 mereka sudah bisa beroperasi. Paling tidak, untuk melayani kebutuhan para peserta konfrensi itu. Dan ternyata berhasil melayani kebutuhan ponsel para peserta konfrensi WTO dengan baik, sehingga awareness-nya pun cepat terbentuk. Namun M1 sadar, awareness yang tinggi dalam waktu yang relatif cepat masih belum memadai sebagai senjata untuk menghadapi SingTel. Apa yang dilakukan M1? mereka berusaha menunjukkan diri sebagai perusahaan yang lebih segar, lebih hangat dan lebih responsif dalam melayani pengguna ponsel di Singapura.

Peluncuran resminya di adakan pada hari pembebasan kerja selama seminggu (thanks God it's friday) pada salah satu tempat utama orang-orang Singapura menghabiskan jumat malam nya (di Boat Quay), diadakan atraksi loncat indah yang menarik perhatian orang, karena tidak seperti biasanya dan gerai kagetan M1 yang tersebar cukup merata.

Tidak mengherankan kalau akhirnya pasar memberikan sambutan bagus pada M1.

Sukses M1 memberikan pelajaran bahwa tidak ada yang tak mungkin dilakukan sepanjang bisa melakukan segmentasi yang kreatif, targeting yang tepat, dan positioning sejelas mungkin dimata target pasar. Upaya positioning itu mesti didukung dengan diferensiasi yang solid. Bila itu dilakukan mereknya pun akan terbentuk. Sehingga pelanggan akan datang sendiri.

(Dikutip dari : Hermawan Kertajaya- Majalah SWA 09/XVI/14-15 Mei 2000)

Rabu, 05 Desember 2007

Marketing Strategy Top Brand Indonesia

Menjadi TOP BRAND di Indonesia khususnya produk elektronik, dibutuhkan strategi pemasaran yang efektif. Strategi pemasaran tersebut meliputi: segmentasi pasar, pembidikan pasar, dan penempatan posisi produk, serta pendiferensiasian produk. Strategi untuk mentadi TOP BRAND di Indonesia mencakup: strategi produk, strategi harga, strategi distribusi, strategi promosi, dan implementasi strategi, serta pengendalian strategi.

Segmentasi Pasar :

Dalam prakteknya, strategi segmentasi pasar dilakukan dengan dua cara, yakni concentrated marketing dan differential marketing

1. CONCENTRATED MARKETING

  • Pemasaran terpusat
  • Menargetkan hanya satu segmen dengan satu bauran pemasaran yang unik
  • Cocok bagi perusahaan dengan keuangan kecil menengah, karena tingkat spekulasinya kecil.

2. DIFFERENTIAL MARKETING

  • Pemasaran berbeda/ dibedakan
  • Menargetkan beberapa segmen dengan menggunakan bauran pemasaran individual
  • Cocok bagi perusahaan yang sudah sangat kuat kedudukannya dalam suatu kategori produk
  • Memiliki kekuatan bersaing dengan kompetitor

Tujuan dan manfaat segmentasi pasar :

1. Untuk menuntun perancangan ulang atau pengaturan ulang posisi produk tertentu, atau penambahan segmen pasar baru.
2. Untuk mengenali media yang paling tepat untuk mengiklankan produk barang/jasa yang dihasilkan,


Pembidikan Pasar dan Penempatan Posisi Produk :

Jika Segmentasi Pasar telah berjalan, pembidikan pasar dapat dimulai, ini dapat dilihat dari jenisnya dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar akan produk tersebut.

Strategi Produk :

Terkadang perusahaan mempunyai berbagai macam merek sesuai dengan portfolio bisnisnya. Tiap-tiap merek akan melayani sebuah sasaran pasar yang ditugaskan oleh strategi di tingkat korporat, fungsional maupun unit bisnis. Sharp punya Plasma Cluster, dan LG punya Neo plasma untuk melayani sasaran pasar yang berbeda.

Sasaran pasar yang dipilih merupakan "kompas" bagi seluruh upaya pemasaran. Pemasar akan memposisikan produk atau jasanya dalam benak konsumen sasarannya. Ingin dipersepsikan seperti apa oleh konsumen sasaran, merupakan inti dari penempatan posisi ini, yang diwakili oleh merek. Jadi ketika sudah berhadapan langsung dengan konsumen, strategi merek adalah strategi pemasaran itu sendiri, dan intinya adalah posisioning.

Terdapat sejumlah criteria posisioning yang mesti dperhitungakan. Pertama, posisi merek itu haruslah menonjol di mata pelanggan, dan digunakan pelanggan sebagai indikator kualitas. Kedua, posisi merek harus didasarkan pada kekuatan merek yang sebenarnya. Artinya janji yang diberikan kepada konsumen harus dipatuhi. Ketiga, posisi merek harus mencerminkan keunggulan kompetitif. Tidak ada gunanya kalau kita memposisikan merek serupa dengan posisi pesaing. Harus ada diferensiasi yang dirasakan konsumen, produk kita akan tidak dianggap sama. Keempat, posisi merek harus dapat dikomunikasikan dengan cara yang jelas dan memotivasi pasar, tidak boleh terlalu rumit.


Strategy Harga :

Penetapan harga telah memiliki fungsi yang sangat luas di dalam program pemasaran. Menetapkan harga berarti bagaimana mempertautkan produk kita dengan aspirasi sasaran pasar, yang berarti pula harus mempelajari kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen. Berbicara harga berarti bicara tentang citra kualitas dan seberapa tinggi ekslusifitasnya. Tinggi rendahnya harga sangat berpengaruh terhadap persepsi kualitas, sehingga ikut menentukan citra terhadap sebuah merek atau produk. Dalam persepsi konsumen sering berlaku logika bahwa harga yang mahal berarti kualitas bagus dan harga yang murah berarti kualitasnya kurang. Pada tingkat tertentu menetapkan harga berarti juga berbicara mengenai ekslusifitas. Walaupun harus mempertimbangkan berbagai faktor lain terkait, secara kasar dapat dikatakan bahwa makin tinggi harga yang ditetapkan secara relatif terhadap kompetitor, makin eksklusif pula konsumen sasarannya. Seolah seperti piramida. Makin ke puncak makin kecil, makin tinggi harga yang ditetapkan makin sedikit konsumen yang disasar.

Penetapan harga juga berbicara mengenai variasi produk. Jika produknya bervariasi tetapi ditetapkan dengan harga yang sama maka persepsi yang muncul adalah kesamaan kualitas sebagai cerminan variasi produk secara horisontal. Juga dapat dipakai untuk menjelaskan variasi produk secara vertikal dengan kualitas yang bertingkat. Misalnya, pada maskapai penerbangan terdapat pembedaan layanan kualitas layanan untuk kelas ekonomi, bisnis, dan first class dengan tingkat harga yang berbeda.

dengan fungsinya yang amat luas ini, perlu pendekatan harga yang bersifat strategis yang tertuang dalam konsep power pricing. Power pricing pada intinya adalah bagaimana mengelola harga sebagai suatu elemen strategis dalam mendukung strategic positioning yang telah dirumuskan, dan tentunya dapat mendukung pula tujuan bisnis secara keseluruhan.

Pengelolaan harga ini tentu tak lepas dari pricing objectives yang cukup beragam, mulai sebagai sarana pertumbuhan untuk menggapai profit, memperoleh revenue, image shifting, dan memantapkan produk baru. Penentuan pricing objective ini berada dalam kerangka strategis yang lebih luas, corporate strategy maupun marketing strategy.

Secara umum strategi penetapan harga dibedakan berdasarkan tiga landasan utama yaitu harga berdasarkan kepada biaya, harga berdasarkan permintaan dan berdasarkan persaingan. Ketiga strategi dasar itu dapat dijabarkan dengan berbagai pendekatan dalam penetapan harga.

Untuk strategi berikutnya akan dibahas di waktu lain



Selasa, 04 Desember 2007

Adapting your Marketing Approach to Engineering Markets.What Needs to Change?

 
I came across an interesting article recently in Marketing Today (marketing magazine) which focuses on how the marketing of products and services to engineering companies needs to be different to that of general consumer marketing. Because at Industrial Marketing Solutions “marketing to engineers is our business” I thought I would include an abstract of this article for your review.
The article focuses on six points to take into consideration when adapting your marketing approach to an industrial or engineering company. These are:

1. Advertising: Keep it informational and professional
Most engineers have a low opinion of advertising for the simple reason that they want to believe they are not influenced by ad copy - and that they make their decisions based on technical facts. The lesson for the business-to-business marketer? Make your advertising and direct mail informational and professional, not gimmicky or promotional. Avoid writing that sounds like "ad copy." Don’t use slick graphics that immediately identify a brochure or spec sheet as "advertising." The engineer will be quick to reject such material as "fluff."

2. Engineers do not like a "consumer approach."
There is a raging debate about whether engineers respond better to a straight technical approach, clever consumer-style ads or something in between. Those who prefer the creative approach argue, "The engineer is a human being first and an engineer second. He will respond to creativity and cleverness just like everyone else."Unfortunately, there is much evidence to the contrary. In many tests of ads and direct mailings, I have seen straightforward, low-key, professional approaches equal or out pull "glitzy" ads and mailings repeatedly. Engineers respond well to communications that address them as knowledgeable technical professionals in search of solutions to engineering problems. Hard-sell frequently falls on deaf ears here - especially if not backed by facts.
 
3. The engineer’s purchase decision is more logical than emotional.
Most books and articles on advertising stress that successful copy appeal to emotions first, reason second. But with the engineering audience, it is often the opposite. The buying decision is what we call a "considered purchase" rather than an impulse buy. That is, the buyer carefully weighs the facts, makes comparisons and buys based on what product best fulfills his requirement. Certainly, there are emotional components to the engineer’s buying decision. For instance, preference for one vendor over another is often based more on gut feeling that actual fact. But for the most part, an engineer buying a new piece of equipment will analyze the features and technical specifications in much greater depth than a consumer buying a stereo, VCR, CD player or other sophisticated electronic device. Copy aimed at engineers cannot be superficial. Clarity is essential. Do not disguise the nature of what you are selling in an effort to "tease" the reader into your copy, as you might do with a consumer mail order offer. Instead, make it immediately clear what you are offering and how it meets the engineer’s needs.

4. Engineers want to know the features and specifications, not just the benefits.
In consumer marketing, we are taught that benefits are everything, and that features are unimportant. But engineers need to know the features of your product - performance characteristics, efficiency ratings, power requirements and technical specifications - in order to make an intelligent buying decision. Features should especially be emphasized when selling to OEMs (original equipment manufacturers), VARs (value-added resellers), systems integrators and others who purchase your product with an intention to incorporate it into their own product. Example: An engineer buying semiconductors to use in a device he is building doesn’t need to be sold on the benefits of semiconductors. He already knows the benefits and is primarily concerned about whether your semiconductor can provide the necessary performance and reliability while meeting his specifications in terms of voltage, current, resistance and so forth.

5. Engineers are not turned off by jargon - in fact, they like it.
Consultants teaching business writing seminars tell us to avoid jargon because it interferes with clear communication. This certainly is true when trying to communicate technical concepts to lay audiences such as the general public or top management. But jargon can actually enhance communication when appealing to engineers, computer specialists and other technical audiences. Why is jargon effective? Because it shows the reader that you speak his language. When you write direct response copy, you want the reader to get the impression you’re like him, don’t you? And doesn’t speaking his language accomplish that? Actually, engineers are not unique in having their "secret language" for professional communication. People in all fields publicly denounce jargon but privately love it. For instance, who aside from direct marketers has any idea of what a "nixie" is? And why use that term, except to make our work seem special and important?

6. Engineers have their own visual language.
What are the visual devices through which engineers communicate? Charts, graphs, tables, diagrams, blueprints, engineering drawings, and mathematical symbols and equations. You should use these visual devices when writing to engineers - for two reasons. First, engineers are comfortable with them and understand them. Second, these visuals immediately say to the engineer, "This is solid technical information, not promotional fluff." The best visuals are those specific to the engineer’s specialty. Electrical engineers like circuit diagrams. Computer programmers feel comfortable looking at flow charts. Systems analysts use structured diagrams. Learn the visual language of your target audience and have your artist use these symbols and artwork throughout your ad, brochure or mailer.